Kepada Siapa Lagi Kita Harus Percaya?

CREATOR: gd-jpeg v1.0 (using IJG JPEG v62), quality = 90
Oleh: Dede Qodrat Alwajir
Kejadian aneh bertubi-tubi menyerang bangsa ini. Sepertinya bukan Indonesia jika tidak ada berita buruk. Apakah ini karena framing media saja, karena ingin mendapatkan klik bait. Atau memang benar adanya, keadaan apa adanya Indonesia adalah rumit.
Belakangan, mahasiswa menyuarakan Indonesia Gelap. Karyawan swasta dan kelas menengah menyuarakan tagar kabur aja dulu. Sebuah upaya untuk mengatakan dengan jujur terkait dengan kondisi bangsa kita. Well, saya pikir ini perlu diapresiasi karena menyuarakan kondisi aktual.
Namun demikian belum mereda aksi-aksi itu dalam jagad narasi sosial media. Kita dikagetkan dengan kasus mobil patwal Rafi Ahmad, Staf Khusus di luar bidang kemampuan, Menhut rekrut tim tanpa menggunakan merit sistem.
Kini yang sedang santer terngiang di kepala kita semua, Pertamina diduga melakukan oplos bahan bakar. Sayangnya respon Pertamina begitu lambat sehingga memantik kemarahan publik. Semua kejadian ini sepertinya tidak menganggap rakyat sebagai sebuah entitas terdidik yang sesungguhnya tahu betul fenomena yang sedang terjadi.
Elit merasa rakyat bisa dibodohi, padahal rakyat tahu dan sementara ini hanya masih diam menunggu. Akrobat elit seperti sirkus hiburan yang tak laku. Basi dan membosankan. Namun rakyat tidak punya pilihan untuk menyaksikan dan merasakannya. Ironis.
Untuk mempercayai sesuatu di Republik ini rasanya seperti membeli barang yang mahal. Parahnya, semuanya seperti sudah terjebak dalam kubangan kotor. Rasanya seperti kalau tidak kotor berarti tidak diterima di komunitas.
Itulah ruginya jika kita menyerahkan sebagian besar hidup kita kepada negara dan elit. Kita berharap mereka menjadi satria piningit, tapi nyatanya lebih mirip bandit.
Jalan terbaik adalah memisahkan diri dari urusan mereka. Membangun kemandirian dan berdaya semampu kita. Itulah kunci agar kita terlepas dari lingkaran setan. Karena memutuskan percaya kepada mereka yang sudah berniat membodohi kita adalah langkah yang tidak ideal. (*)
Penulis, Dosen Universitas Bina Bangsa dan Direktur Spectrum Data Indonesia