Lewat Ekspedisi Destana, BPBD Kabupaten Serang Ciptakan Masyarakat Tangguh Hadapi Bencana
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Serang dibawah kepemimpinan Kepala Pelaksana Nana Sukmana Kusuma SE, MM dan Sekretaris Babay S.Pd, M.Si bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sukses menggelar acara Ekspedisi Destana (Desa Tangguh Bencana), di kawasan wisata Pantai Anyer, Selasa-Rabu (13-14 Agustus 2019). Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka menciptakan masyarakat Kabupaten Serang yang tangguh menghadapi bencana.
Ekspedisi Destana dimulai Selasa (13/8) dengan kegiatan kirab yang bertujuan mengekspos kegiatan pada masyarakat. BPBD membawa spanduk dan memberikan selebaran kepada masyarakat. Kemudian malam hari dilanjutkan dengan renungan malam 1.000 lilin. Pada Rabu (14/8), dilanjutkan dengan upacara hari puncak Pramuka dan puncak ekspedisi Destana.
Untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan terkait kesiagaan saat bencana, BPBD Kabupaten serang memberikan materi terkait evakuasi desa, edukasi tsunami di sekolah, kunjungan ke desa, dril tsunami, vertical rescue dan terakhir penyerahan pataka ke Kota Cilegon.
Hadir pada kegiatan tersebut Kepala BNPB Letjen Doni Monardo, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Deputi Kesiap Siagaan BNPB Lilik Kurniawan, Asisten Daerah Provinsi Banten Al Muktabar, Wakil Bupati Serang Pandji Tirtayasa dan para peserta yang terdiri dari unsur swasta atau perusahaan, non pemerintah, Pramuka, Laskar Merah Putih (LMP), Tagana, 119 Dinkes, PMI, PPI, PKPI, BPBD perwakilan SE Banten dan unsur TNI/Polri.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Serang Nana Sukmana Kusuma mengatakan, ekspedisi Destana ini dilakukan karena berdasarkan analisa ada 42 desa di wilayahnya yang memiliki ancaman bencana tsunami.
“Oleh karena itu pemerintah pusat dengan konsep ekspedisi akan memberikan penguatan,” ujarnya.
Nana mengatakan, melalui ekspedisi Destana ini juga dilakukan evaluasi terkait kekuatan masyarakat dalam menangani bencana, termasuk juga menyosialisasikan tentang pemahaman kebencanaan. Dalam kegiatan ini masyarakat dituntut tangguh dan mengerti terhadap kemungkinan potensi bencana di wilayahnya.
Edukasi Masyarakat
Oleh karena itu, dalam rangkaian Destana yang utama adalah mengedukasi masyarakat. Selain kepada masyarakat, pihaknya juga tour ke 13 sekolah dimana acara edukasi ini akan melibatkan 5.300 peserta.
“Lalu peserta upacara ada sekitar 3.000 orang akan diedukasi. Besok jam 12.00 siang akan dilakukan drill tsunami itu serentak. Ini upaya kita untuk memberikan penguatan kepada masyarakat dalam antisipasi kebencanaan,” tuturnya.
Nana menjelaskan, 42 desa yang disinyalir memiliki potensi bencana tsunami tersebut ada di wilayah Anyer, Cinangka, Puloampel, Pontang, Tirtayasa, Tanara, Kramatwatu dan Bojonegara. “Potensi yang paling kuat terhadap tsunami yang kemarin saja antara Anyer Cinangka. Tapi kita tidak tutup kemungkinan agar semua masyarakat tangguh bencana lain,” tuturnya.
Melalui giat ekspedisi Destana, diharapkan masyarakat bisa bertemu dengan pelaku bencana, seperti relawan, akademisi dari perguruan tinggi dan lainnya. Sehingga mereka bisa saling bersilaturahmi.
“Besok yang belum diedukasi akan diedukasi. Yang sudah paham akan mengedukasi,” katanya.
Ia mengatakan, dalam konsep Destana ini, pihaknya tidak berbicara tentang sarana dan prasarana, termausk soal bagaimana masyarakat bisa mengurangi risiko bencana, minimal dengan mengerti apa yang harus diperbuat ketika bencana dan harus lari kemana. Selain itu masyarakat harus bisa mengetahui ciri-ciri bencana.
Nana mengatakan, jika melihat sejarahnya, konsep Destana diadopsi dari kegiatan sosialisasi Destana yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten Serang tahun 2018. Dimana sebelum terjadinya tsunami pada 22 Desember 2018, BPBD sudah gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan membentuk Destana dan dihadiri pihak BNPB. Namun kemudian dalam perjalanannya BNPB tertarik dan mengadopsi konsep tersebut.
Bentuk Destana
Sampai saat ini, kata Nana, di Kabupaten Serang sudah dibentuk 24 Destana pada tahun 2018, dan 10 desa pada 2019. Dengan demikian total ads 34 Destana yang sudah terbentuk. Destana ini terbagi dua, yakni ketangguhan terhadap tsunami dan ketangguhan terhadap banjir. “Sekarang kita tambah lagi sampai 42 desa,” ucapnya.
Ia mengatakan, di dalam Destana ini minimal terdapat organisasi dan pengelolaan manajemen bencana, serta relawan. Dengan demikian, ketika terjadi bencana informasi bisa cepat diterima. “Kenapa penanganan bencana selama ini lambat karena informasi yang masuk lambat. Makanya kita lengkapi dulu sarana manajemen dan sarana informasi,” tuturnya.
Saat ini Kabupaten Serang sudah memiliki krisis center yang memiliki empat sistem. Keempat sistekm tersebut mencakup, pertama komunikasi informasi bencana, sehingga ketika ada informasi hoax bisa dinetralisir. Kedua, ada data dan informasi (datin). Sehingga setiap kejadian bisa divalidasi karena ada datanya. Ketiga ada Pusat pengendalian operasi (Pusdalops), tugasnya adalah melakukan sistem komando insiden. Keempat ada media center, dimana informasi bisa tersebar dengan cepat dan valid melalui data yang disebarkan lewat media sosial dan website.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Monardo menyebutkan masyarakat Indonesia termasuk Banten masih belum siap menghadapi bencana. Oleh karena itu, hasil evaluasi dalam kegiatan ekspedisi Destana tersebut akan dijadikan masukan kepada instansi terkait agar mampu menciptakan masyarakat yang tangguh.
“Indonesia memiliki belasan ancaman, kalau dipetakan bisa dibagi dua. Pertama hidrometeorologi dan vulkanologi serta geologi,” ujarnya.
Doni mengatakan, bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang diakibatkan sebagian besarnya karena perilaku manusia. Akibatnya seperti banjir dan tanah longsor. “Itu karena ulah manusia. Saat kemarau panjang ada kekeringan dan kebakaran hutan tidak lepas dari manusia,” katanya.
Ia mengatakan, penanganan ancaman hidrometeorologi adalah dengan cara merubah perilaku manusia. Agar tidak semena mena terhadap lingkungan. “Bisa menjaga tanaman, sumber air sehingga tidak ada sumber air yang kering. Termasuk sungai yang ada di kita,” ucapnya.
Sementara untuk ancaman Vulkanologi dan geologi adalah peristiwa alam yang kita tidak pernah bisa tahu kapan akan terjadi dan berapa besar kekuatannya. Melalui kegiatan ekspedisi Destana ini, Doni mengatakan masih melihat kondisi masyarakat yang belum siap menghadapi bencana.
“Semalam saat rapat koordinasi pimpinan Deputi 2 Lilik Kurniawan mengatakan jujur kita belum siap ada bencana. Jadi hasil evaluasi Destana ini bisa jadi masukan ke lembaga agar menjadi masyarakat yang tangguh,” tuturnya. [Adv]