Keluarga Siswa Pembuat Empat Novel Selama Pandemi Sempat Khawatir, Jarang Keluar Rumah

PANDEGLANG,- Seorang siswi kelas tiga di Madrasah Aliyah (MA) Matlaul Anwar Pasir Durung bernama Nurul Aini asal Kampung Cimoyan, Rt 007 Rw 002, Desa Bungur Copong, Kecamatan Picung, Kabupaten Pandeglang, membuat karya yang luar biasa. Pasalnya sejak tahun 2020, ia telah berhasil membuat dan menerbitkan 4 buah novel hasil karya nya sendiri hanya berbekal handphone saja.
Hal itu pun bahkan membuat sang Ayah yakni Ujang Komara kaget. Pasalnya ia pun baru mengetahui anaknya menciptakan novel saat terbitan ke 3 novel yang berjudul Sesat.
“Sebetulnya dari dia pegang HP itu tau nulis, cuman kan kami tidak tahu apa yang ditulis. Bahkan sering dimarahin, karena main HP terus, untuk apa kan kita tidak tau. Pada saat kenaikan kelas sekitar bulan Juli baru tau, saya dapet WA dari sekolah, selamat anaknya termasuk berprestasi karena telah menulis tiga buah buku. Baru dari situ kita tau kalau anak kami itu suka menulis dan hobinya bermanfaat,” katanya, Selasa (21/9/2021).
Ujang mengaku, ia bersama istrinya sempat merasa aneh dan juga khawatir lantaran anaknya selama pembelajaran daring tidak pernah keluar rumah dan justru asik sendiri dengan telefon genggam nya.
“Aini tidak pernah keluar, di rumah terus, ngetik terus di HP. Kita juga aneh sekaligus khawatir kalau anak lain kan main kesana ke mari, tapi dia di dalem aja. Cuman keluar, makan atau sekolah abis itu menghilang. Kan kalau ngetik itu ngumpet. Kadang kadang paling nonton sebentar, abis itu ngilang lagi,” terangnya.
Setelah mengetahui yang dilakukan oleh anaknya bermanfaat, lanjut Ujang dirinya mengaku sangat bangga dan juga lega ternyata apa yang dilakukan oleh anaknya itu tidak sia-sia dan juga sangat berguna.
“Sekarang kita alhamdulilah dorong terus, awalnya boro-boro kita dorong, justru saya omelin dimarahin, masalahnya di ko nulis terus kita kan ga tau nulis apa. Terus saat ditanya nulis apa katanya yang mau nerbitin orang hongkong terus suruh transfer dulu, untuk bikin buku. Saya kan takut,” jelasnya.
Kendati demikian, Ujang berharap agar pemerintah dapat memberikan akses pasar kepada anaknya. “Setelah juga ada bukunya kami ada kendala untuk menjualnya bagaimana, mengingat kan di kampung daya beli masyarakat kan sangat lemah. Terutama kami juga kan kurang gaul, tidak tahu harus menghubungi siapa,” imbuhnya.
Ia pun berharap agar pemerintah dapat memfasilitasi pencetakan buku dan juga memberikan jalan kepada anaknya yang sebentar lagi lulus untuk dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.
“Kita juga berharap anak kami bisa divasilitasi untuk bisa kuliah, karena kan kemampuan kami kalau tanpa bantuan dari negara atau instansi terkait kan dari mana. Untuk sekolah saja kami bergantung pada Program Keluarga Harapan (PKG),” jelasnya.
Ujang mengaku sangat kesulitan apabilah harus membiayai anaknya di perguruan tinggi. Hal itu lantaran saat ini ia tidak berkerja lantaran tempat ia dulu bekerja bangkrut.
“Kalau saya selama ini nganggur, dulu sih di Jakarta kuli bangunan, karena perusahaan nya bangkrut akhirnya memutuskan untuk pulang kampung. Setelah itu ya sudah nganggur. Kita juga mengandalkan dari PKH doang agar anak kami bisa sekolah. Alhamdulilah masih dapet bantuan,” pungkasnya. (Arr)