Memaknai Sejarah Hak Asasi Manusia di Era Modern

Perlindungan HAM memiliki sejarah yang panjang. Sejak abad ke-13 perjuangan untuk mengukuhkan jaminan perlindungan HAM telah dimulai. Namun usaha ini mengalami kemajuan pesat pada abad ke-20.
Kemajuan dalam usaha perlindungan HAM pada abad ke-20 diilhami oleh terjadinya dua kali perang dunia yang ditandai dengan penistaan terhadap sejumlah hak dasar manusia, termasuk hak hidup.
Tidak lama kemudian, usaha ini telah menjelma menjadi suatu gerakan global. Bahkan belakangan, isu-isu HAM menjadi kata kunci yang menentukan keberhasilan diplomasi suatu negara dalam pergaulan internasional.
Meski perlindungan hak asasi manusia telah menjadi gerakan global sejak keluarnya Deklarasi Universal tentang
Hak Asasi Manusia melalui Sidang Umum di Istana Chaillot, Paris 19 Desember 1948, namun indikasi terjadinya pelanggaran HAM masih sering kita dengar.
Indikasi tersebut tidak selamanya benar, tetapi tidak jarang pula muncul karena perbedaan persepsi dalam memandang pelaksanaan perlindungan HAM di suatu negara.
Perbedaan tersebut dimungkinkan bukan saja karena setiap negara memiliki sejarah perlindungan HAM yang berbeda, tetapi juga suatu negara dapat menganut prinsip yang berbeda dengan negara lain.
Di Eropa Barat muncul pemikiran mengenai hak asasi berawal dari abad ke-17 dengan timbulnya konsep Hukum Alam serta hak-hak alam. Akan tetapi, sebenarnya beberapa abad sebelumnya, yaitu pada Zaman Pertengahan, masalah hak manusia sudah mulai mencuat di Inggris.
Pada tahun 1215 ditandatangani suatu perjanjian, Magna Charta, antara Raja John dari Inggris dan sejumlah bangsawan. Raja John dipaksa mengakui beberapa hak dari para bangsawan sebagai imbalan untuk dukungan mereka membiayai pelanggaran pemerintahan dan kegiatan perang.
Hak yang dijamin mencakup hak politik dan sipil yang mendasar, seperti hak untuk diperiksa di muka hakim (habeas corpus). Sekalipun pada awalnya hanya berlaku untuk bangsawan, hak-hak itu kemudian menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris yang berlaku bagi semua warga negara. Sampai sekarang, magna charta masih dianggap sebagai tonggak sejarah dalam perkembangan demokrasi di Barat.
Prinsip Hak Asasi Manusia dalam definisi klasik pemaknaan HAM yang sering dipakai dan dikutip adalah: “A human right by definition is a universal moral right, something which all men, everywhere, at all times ought to have, something of which no one may deprived without a grave affront to justice, something which is owing to every human being simply because he (she) is human.”
Konsepsi HAM yang pada awalnya menekankan pada hubungan vertikal, terutama dipengaruhi oleh sejarah pelanggaran HAM yang terutama dilakukan oleh negara, baik terhadap hak sipil dan politik maupun hak ekonomi, sosial dan budaya.
Sebagai akibatnya, disamping karena sudah merupakan pemerintah, kewajiban utama perlindungan dan pemajuan HAM ada pada pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari rumusan-rumusan dalam Deklarasi Universal HAM (DUHAM), Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Beberapa prinsip telah menjiwai hak-hak asasi manusia internasional. Prinsip-prinsip terdapat di hampir semua perjanjian internasional dan diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas. Prinsip kesetaraan, pelarangan diskriminasi dan kewajiban positif yang dibebankan kepada setiap negara digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu. Ada tiga macam prinsip di antaranya adalah sebagai berikut, Perinsip Kesetaraan, Prinsip Diskriminasi dan Kewajiban Positif untuk Menjaga Hak-hak Tertentu.
Ditulis oleh:
Ristina, Siti Lita Rosita, Hilyah Maulidah, Siti Salasatu Sa’diyah, Tika Zulzana, Adi Ardiansyah, Arina Karmelia, Masri Ramadila Sandy dalam Kelompok Kajian Politik Program Studi Administrasi Publik Universitas Bina bangsa.