Investasi Kebahagiaan
Semua tercengang ketika ketua DPR Bambang Soesatyo mengusulkan kementerian baru yang bernama Kementerian Kebahagiaan. Usul itu sekilas sangat aneh, bahkan sama sekali baru bagi kita sebagai rakyat Indonesia. Apa tugas dari kementerian itu, jika seandainya Jokowi benar-benar mewujudkannya. Saya sendiri belum mampu mendefinisikannya.
Beragam komentar negatif membanjiri Media sosial (medsos) pasca Bambang mengeluarkan pernyataan. Prejudice pun mencuat, bahwa kementerian itu hanya sebatas untuk bagi-bagi kekuasaan saja antara partai pendukung Jokowi di pilpres lalu. Sah-sah saja memang hal ini terbahas, karena kemunculan isu ini terjadi bersamaan saat akan bergantinya periode kepemimpinan Jokowi pada masa jabatan kedua.
Benarkah, kementerian kebahagiaan ini sangat-sangat penting. Sudah tepatkah waktunya warga Indonesia mengukur kesejahteraan nya dengan cara yang berbeda. Karena sebelumnya kita sudah ‘kadung’ terbiasa akrab dengan metode Index Pembangunan Manusia (IPM) yang memiliki tiga dimensi dasar yaitu umur panjang, standar hidup layak dan memiliki pengetahuan yang cukup.
Jika kita melihat kedalam diri kita sendiri. Belum dapat dibantah, sejauh ini kita sudah menikmati berbagai fasilitas dari pemerintah. Lihat saja lapangan pekerjaan tersedia maka pendapatan cukup. Lembaga pendidikan terus berkembang, efeknya pengetahuan kita berlebih. Rumah Sakit dan Puskesmas berdiri, kita tidak mudah diserang penyakit bahkan kesehatan kita terjamin. Setelah pendapatan, pendidikan dan kesehatan kita cukup lalu apalagi yang kita cari selain kebahagiaan tadi. Lalu apakah usul Bambang Soesatyo ini sudah relevan? Karena sejauh ini, pemerintah mampu menghadirkan kesejahteraan untuk kita.
Tidak banyak hal yang kita lakukan untuk bahagia. Biasanya hanya kegiatan sederhana. Menyeruput kopi di cafe sambil ngobrol ringan dengan teman. Nonton film terbaru di bioskop. Bahkan kadang-kadang diperjalanan pulang setelah nonton bioskop kita menyanyi bersama istri, teman dan keluarga di dalam mobil. Itulah hal sederhana yang membawa kebahagiaan, yang selama ini tidak pernah ada kaitannya dengan pemerintah. Simpulannya, untuk urusan ini saya kira pemerintah tak perlu ikut campur.
Lalu apa tugas pemerintah, jika semuanya sudah selesai. Sekarang, kebahagiaan warga sudah dapat dicapai dengan kemandiriannya sendiri. Saya pikir, tugas pemerintah sederhana, cukup sediakan sarana menuju kebahagiaan. Apa saja itu? Apapun yang berkaitan dengan cara pemerintah mengurangi kemacetan. Menyediakan tempat hiburan yang layak untuk warga. Menyediakan sarana olahraga yang memadai.
Maka dari itu, segala hal yang berkaitan dengan investasi batin untuk mencapai kebahagiaan, sudah saatnya di bahas di rapat-rapat parlemen. Dan segera dilaksanakan oleh eksekutif yang memiliki otoritas pendanaan. Pada saatnya, warga di medsos akan berujar, “kementerian kebahagiaan boleh juga.”