Menasehati Aku
Digdayamedia.id – Aku tak menyulut api yang membakar hutan itu, tidak. Tapi akulah yang menyediakan kayu apinya.
Aku yang paling menikmati hasil dari hutan yang ditebang dan berganti kebun-kebun sawit dan akasia itu. Senyumku lebar setiap musim panen tiba.
Akulah yang senang, menerima gaji dari perusahaan yang mengubah hutan hujan yang basah itu jadi kebun sawit dan akasia yang kering.
Akulah yang bahagia telah mengantongi izin dari pemerintah menebang hutan. Menjual kayunya, lalu lagi mendapatkan izin untuk ditanami sawit dan akasia.
Akulah yang senang bekerja menjadi buruh pabrik, yang terus ingin meningkatkan produksinya dengan membuka lahan baru.
Akulah yang tak pernah henti memuji pemerintah yang tak pernah henti memberi izin baru menebang hutan.
Akulah yang gembira sebab ayahku dapat proyek baru menebang hutan “bisa beli motor baru nih”.
Akulah yang senang sebab kecipratan komisi dari bos yang baru memberikan tandatangan kepada pembuka lahan.
Aku ingin marah, tapi aku harus mulai dengan memarahi diriku sendiri.
Apa yang hilang dan apa yang datang. Semuanya kita temukan sebagai sisa-sisa yang sia-sia sekarang, jika doa-doa hanya mengawang seperti asap sisa pembakaran hutan, dimana lagi penyesalan juga harapan hendak diletakan.
Yang rimbun sekarang bukan semak-semak, tapi batuk dan nafas yang sesak. Tahun depan jangan pulang, jangan membangun rumah dan jangan lagi mencuri apa-apa yang ditumbuhkan tanah.
Jika tidak ingin terjadi lagi kebakaran hutan, ada dua cara kebakaran hutan takkan pernah terjadi lagi: Kembalikan hutan gambut seperti dulu, rindang dan basah. Atau babat habis hutan, kalau tak ada lagi hutan, takkan lagi ada kebakaran hutan! Ilham Nurjaman (Manusia)