Lima Poin Penting Kontroversial dalam Revisi UU KPK
Digdayamedia.id – Dewa Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat Paripurna dalam pembahasan usul badan legisiasi (Baleg) untuk merevisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Seluruh fraksi di DPR setuju revisi UU KPK yang di usulkan baleg MPR.
Setelah Presiden Joko Widodo mengirim surat presiden (Surpres) ke DPR pada rabu (11/9) kemarin, Mentri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly bersama Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Revolusi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin langsung diutus untuk menyampaikan usulan revisi pemerintah pada 13/9/2019.
Berikut lima poin penting yang di sepakati dalam revisi UU KPK:
1. Independensi
Revisi UU KPK mengatur kedudukan KPK yang berada dalam cabang eksekutif. Jika disahkan, KPK akan menjadi lembaga pemerintah. Meski dinyatakan KPK tetap independen dalm melakukan tugas dan kewenanganya, tetapi dengan status lembaga pemerintah maka pegawai KPK akan bersetatus ASN dan tunduk pada UU ASN.
Revisi ini ada bagian penjelasan umum UU KPK saat ini, status KPK bukan bagian dari pemerintah. Melainkan lembaga adhoc independen,
2. Dewan Pengawas
revisi UU KPK memasukan poin tentang pembetukan dewan pengawas KPK ada 7 pasal yang mengatur tentang ini yaitu pasal 37A, pasal 37B, pasal 37C, pasal 37D, pasal 37E, pasal 37F, dan pasal 37G.
Dewan pengawas terdiri dari 5 orang, mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, dipilih oleh DPR berdasarkan usulan presiden.
3. Izin Penyadapan
Selama ini KPK bebas melakukan penyadapan terhadap terduga tindak pidana korupsi. Repisi UU KPK mengatur bahwa KPK harus dapat izin tertulis dewan pengawas KPK sebelum menyadap. Setelah dapat izin, KPK dapat melakukan penyadapan maksimal selama 3 bulan sejak izin diberikan. Pasal 12D menyebutkan, penyadapan bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan pradilan dalam pemberantasan korupsi. Hasil penyadapan yang tidak terkait dengan tindak pidana korupsi yang sedang di tandatangani KPK wajib dimusnahkan segera.
4. Kewenang Terkait SP3
Revisi UU KPK juga menatur soal kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). SP3 diterbitkan untuk perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntunnya tidak selesai dalam jangka waktu setahun. Hal itu diatur dalam pasal 40 ayat 1 yang bersembunyi, “komisi pemberantas korupsi berwenang menghentikan penyidikan dan penintutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntunya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahu.
5. Asal Penyelidikan dan Penyidikan
Pembentukan dewan pengawas KPK berjumlah lima orang yang bertugas mengawasi KPK. Dalam UU KPK saat ini, tidak ditegaskan bahwa penyidik KPK harus dari kepolisian RI. Sementara, revisi pasal UU Pasal 43 menyebutkan, penyidik harus dari polri. Mengenai penyidik , pasal 45 UU yang berlaku saat ini menyebutkan, penyidik KPK diangkat dan diberhentikan oleh KPK. Revisi UU KPK mengatur penydik diangkat dari polri, kejaksaan agung RI, dan penyidik PNS yang diberi kewenangan khusus oleh UU.
Handrik