Banjir Lebak, LBH Rakyat Banten Soroti Tambang Emas Ilegal
Serang,- Banjir bandang yang menerjang Kabupaten Lebak merupakan kejadian yang memilukan, masyarakat terdampak di Kecamatan Sajira, Cipanas, Lebakgedong, Maja, Cimarga dan Curugbitung mengalami kerugian moril dan materil karena menjadi kawasan yang terdampak langsung dari musibah tersebut.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Banten, Aeng mengatakan, wilayah tersebut merupakan kawasan yang dihantam banjir bandang cukup besar lantaran dekat dengan aliran sungai Ciberang.
“Dari cerita masyarakat sendiri, dahulu terdapat banyak batu fosil, tetapi hari ini batu-batu tersebut sudah hilang karena aktifitas penambangan batu liar, padahal secara tidak langsung batu-batu tersebut merupakan pondasi alam yang kuat untuk menahan tanah dikawasan tersebut,” kata Aeng, Sabtu (11/1/20).
Selain dari Cerita masyarakat, kata Aeng, terkait penambangan batu, saat ini di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) banyak terdapat penambang emas ilegal secara masif dilakukan oleh oknum.
“Selain itu, terdapat tiga perusahan yang beroprasi disana, hal tersebut sudah lama dilakukan dan tidak ada pengawasan serta tindakan dari pemerintah daerah,” katanya.
Aeng menilai,lahan sekitar 193.000 hektar atau 23 persen dari kawasan 860.000 hektar lahan yang terdapat di Provinsi Banten kondisinya sangat kritis dan lahannya gundul, serta kerap menimbulkan bencana alam karena kurangnya perhatian.
“Pada akhir tahun 2019, peringatan dini akibat longsor di Lebak sudah terjadi seperti Gunung Halimun Desa Citorek kecamatan Cibeber masuk kategori rawan bencana itu ditutup,” katanya.
Aeng juga menyesalkan karena keinginan pemerintah pusat akan menghapuskan AMDAL dan IMB yang dinilai sebagai proses menghambat masuknya investasi. Padahal AMDAL dan IMB merupakan mekanisme penting yang tidak dapat dihapus
” Kawasan yang akan dibangun tidak melihat dari berbagai aspek, baik secara Mitigasi bencana KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), maka siap-siap saja akan terjadi EKOSIDA (kejahatan penghancuran ekosistem) karena kurangnya memperhatikan hal-hal tersebut,” jelasnya.
Aeng menuturkan, saat ini pemerintah pusat sedang menggodok OMNIBUS LAW merupakan aturan yang memuat beragam hal yang keberadaannya merevisi beberapa undang-undang terkait.
” Dengan membuat peraturan itu bisa jadi memaksa aturan-aturan yang sudah ada akan hilang hanya demi meningkatkan pendapatan dan untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat,” tuturnya. (Arr)