Diseminasi Peraturan Perundang-Undangan dalam Pengundangan Peraturan

Digdayamedia.id,- Pengundangan peraturan berada pada tahapan terahir dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, pengundangan peraturan konon katanya wajib dilakukan, supaya tidak cacat prosedur dan batal demi hukum apabila peraturan diberlakukan tanpa melalui pengundangan. Dilakukannya Pengundangan suatu peraturan, akan memberikan fiksi hukum yaitu asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure), kalau sudah berlaku, maka kita tidak bisa lagi mengelak dari tanggungjawab hukum dengan dalih belum, atau tidak mengetahui adanya peraturan perundang-undangan tersebut.
Bagi pembentuk peraturan dan juga masyarakat, pengundangan peraturan sering ditunggu dan dinantikan kedatangannya, karena dalam proses pembentukan peraturan, apakah Undang-Undang maupun Peraturan Daerah, memiliki historis tersendiri saat penyusunannya, ada yang mendapat sorotan/perhatian publik, dan juga yang saling tarik menarik kepentingan, menjadi stori tersendiri dalam dinamika pembahasan, tentu saja setelah selesai agenda paripurna persetujuan bersama, maka masyarakat akan menunggu dan menantikan, kapan mulai berlakunya peraturan tersebut? bagi yang masih belum legowo, ada upaya hukum melalui yudicial review untuk undang-undang ke Mahkamah Konstitusi atau Peraturan Daerah/Peraturan Kepala Daerah ke Mahkamah Agung.
Setelah kita mengetahui jenis dan hierarki peraturan dan essensi pengundangan serta terhadap jenis peraturan mana saja yang diundangkan, maka langkah kedua adalah menelusuri secara asas legalitas siapa yang berwenang melakukan pengundangan, darimana sumber kewenangan pengundangan diperoleh dan mengilustrasikan mengenai prinsip implementasi pendelegasian kewenangan.
Sesungguhnya mengenai pengundangan sudah sangat jelas diatur dalam pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari Undang-Undang, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, misalnya untuk pengundangan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia), dasar hukum kewenangannya bisa dilihat diketentuan Pasal 85 UU 12/2011 jo Pasal 147 Perpres 87/2014), diperkuat dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01-HU.03.02 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan, Sedangkan, untuk Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota diundangkan dalam Lembaran Daerah dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah (lihat Pasal 86 ayat (1) dan ayat (3) UU 12/2011 jo Pasal 156 ayat (1) Perpres 87/2014,).
Ditegaskan kembali dalam Pasal 124 ayat (2) Permendagri 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Permendagri Permendagri No 80 Tahun 2015 Produk Hukum Daerah, adapun untuk ilustrasi mengenai prinsip implementasi pendelegasian kewenangan, penulis contohkan pada kewenangan urusan pengelolaan keuangan, dimana Kepala Daerah sebagai Pengelolaan Keuangan Daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan memiliki 13 (tiga belas) kewenangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) PP 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan sesuai ketentuan Pasal Pasal 4 ayat (3) PP 12 tahun 2019 Kepala Daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan Keuangan Daerah kepada Pejabat Perangkat Daerah. analogi pemikiran dari ketentuan tersebut, dirumuskan dalam 5 (lima) perspektif pokok pikiran, Pertama pengelolaan keuangan merupakan kewenangan kepala daerah, Kedua Kewenangan pengelolaan keuangan pada prinsipnya tidak didelegasikan {lihat Psl 4 ayat (2)}, Ketiga, ada perintah dari ketentuan peraturan perundang-undangan untuk didelegasikan sebagian atau seluruh kekuasaannya {lihat Psl 4 ayat (3)}, bukan semata karena keinginan Kepala Daerah sendiri yang mau mendelegasikan, Keempat, kewenangan menerima delegasi disebabkan karena diperintahkan peraturan perundang-undangan, oleh karena itu tidak boleh melebihi atau mengurangi kewenangan yang diterima, Kelima, semua perbuatan yang melaksanakan kewenangan pada prinsipnya untuk pencapaian tujuan (goal setting) sesuai nilai-nilai penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Pengundangan merupakan suatu peraturan yang sudah tidak lagi memerlukan proses atau lengkap syarat formal pengundangan (sudah persetujuan bersama, untuk perda sudah ada register) adalah suatu keniscayaan, bahkan undang-undang sendiri sebagai asas legalitas tidak bisa lagi menahan untuk tidak disahkannya rancangan peraturan menjadi peraturan, dan melaksanakan pengundangan sesungguhnya menjalankan perintah langsung/ mandat dari peraturan perundang-undangan menjadi mutlak harus dilaksanakannya.
Diahir tulisan ini saya kutip perkataan Drs. Arsan Latif .M.Si Direktur Perencaaan Anggaran Daerah Ditjen Bina Keuangan Daerah, “Penyalahgunaan kewenangan itu tidak melaksanakan kewenangan atau melaksanakan melebihi kewenangan”. “Perbuatan itu benar jika tujuannya benar, dan carannyapun benar, sedangkan tujuannya yang benar, namun caranya keliru, maka perbuatan itu bisa salah.
penulis
Akhmad Syaefullah (Kasubag Raperda 2010-2020 Biro Hukum Prov Banten)