Langkah Membuat Perda Sesuai Kebutuhan Daerah
Dari mulai zaman kemerdekaan, Fakultas Hukum di Indonesia selalu mengajarkan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Teori hukumpun kerap diajarkan pada mata kuliah ilmu negara dan pengantar hukum Indonesia. Tak aneh jika Presiden Jokowi mengeluh dalam pidatonya di Sentul Bogor (Rabu, 13 November 2019) “… dan negara kita ini bukan negara peraturan. Semua diatur, semua diatur, ujungnya malah terjerat sendiri.
Sebagai masyarakat awam, tentu kita tidak memperhatikan apa maksud perkataan Presiden tersebut. Namun bagi akademisi dan praktisi bahkan pengamat kebijakan, substansi pidato Presiden tersebut memiliki makna yang sangat mendalam. Saat saya menjadi mahasiswa, pemahaman yang diajarkan kepada kita bahwa peraturan yang berlaku di indonesia menjadi hukum positif ius constitutum dengan kata lain hukum adalah yang berlaku saat ini. Ada juga yang berdasarkan waktu berlakunya ius constituendum hukum yang berlaku pada waktu yang akan datang.
Tengku Saiful Bahri Johan, ahli hukum tata negara, pernah memaparkan bahwa aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah kepada masyarakat merupakan tatanan yang bertujuan untuk mendukung agar kehidupan masyarakat berjalan tertib dan teratur. Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Jika memperhatikan teori di atas, penulis mencoba menyimpulkan bahwa hukum dan peraturan perundang-undangan sesungguhnya memiliki kesamaan. Yakni sama-sama digunakan untuk mengatur warga negara dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan perbedaannya adalah hukum memiliki cakupan lebih luas. Sedikit berbeda dengan hukum peraturan perundang-undangan justru cakupannya lebih sempit. Dengan demikian tujuan hukum memiliki prinsip yang dibutuhkan masyarakat agar lebih teratur. Juga untuk memberikan perlindungan kepada kepentingan individu atau masyarakat secara seimbang. Ditambah lagi agar menjaga manusia diperlakukan sebagaimana mestinya.
Dari segi organ pembentuk peraturan, kita mengetahui tidak hanya Pemerintah Pusat saja yang membentuk peraturan. Pemerintahan Daerah pun memiliki kewenangan atribusi untuk menetapkan Perda dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan (lihat Pasal 18 ayat (6) Amandemen UUD 1945). Tentunya dengan adanya arahan Bapak Presiden untuk membuat peraturan yang lebih sederhana. Maka perlu disikapi dan ditindaklanjuti secara konsisten dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional, daerah dan masyarakat. Sehingga Pemerintah Daerah dapat langsung melaksanakan secara konkrit dan konstruktif serta sistematis dalam menentukan isi regulasi yang dibutuhkan daerah.
Ada beberapa cara dalam menganalisis peraturan daerah. Diantaranya, pertama, melakukan identifikasi dan pemetaan terhadap seluruh jenis produk hukum daerah yang sudah ada. Kedua, dengan cara menyeleksi rencana penyusunan produk hukum daerah yang mencerminkan kebutuhan daerah baik tahunan maupun jangka panjang. Paling tidak Pemerintah Daerah saat ini, harus memahami dan memulai untuk mengkluster keberadaan perda dari tahun awal pembentukan perda sampai tahun 2020. Pengklusteraan ini dapat ditinjau dari tiga bentuk peraturan daerah, yang terdiri dari; pertama, perda yang bersifat langgeng keberadaannya. Kedua, perda yang rutin dimiliki. Dan ketiga, perda yang dinamis materi muatannya.
Sebagai contoh perda yang sifatnya langgeng:
1. Perda tentang Lambang Daerah.
2. Perda Hari Jadi Provinsi/Kab/Kota.
3. Perda APBD dan sejenisnya yang sudah dilaksanakan
3. Perda Penyertaan Modal yang sudah dilaksanakan dan
4. Perda Pendirian BUMD.
Adapun yang sifatnya rutin:
1. Berkaitan dengan Perda APBD,
2. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
3. Perda Perubahan APBD.
4. Bahkan RPJMD yang sudah habis waktunyapun dapat dimasukan ke dalam kategori bersifat langgeng.
Sedangkan untuk perda yang dinamis :
1. Perda yang dibuat untuk melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan.
2. Seperti Pembentukan Perangkat Daerah, Pajak, Retribusi, (pelayanan dasar)
3. Perda yang melaksanakan urusan wajib yang tidak merupakan pelayanan dasar, Perda urusan pilihan
4. Perda yang dibuat tidak berdasarkan perintah peraturan perundang-undangan.
Setelah melakukan tiga tinjauan kluster tersebut selanjutnya langkah yang harus diambil oleh Pemerintah Daerah adalah melakukan harmonisasi dengan peraturan yang lebih tinggi dan peraturan yang sederajat secara horizontal maupun vertikal. Hal ini diperoleh dari kesimpulan dengan menjawab pertanyaan berikut:
1. Apakah perda dimaksud masih layak digunakan?,
2. Apakah Perda perlu diubah?
3. Apakah perda harus di cabut atau dibuat simplifikasi omnibus law di tingkat daerah?
Pada akhirnya, semangat dan komitmen untuk mengkontruksikan kembali peraturan daerah sangat ditentukan oleh kebutuhan dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. Selain berdoa semoga Allah mudahkan. Para pembentuk Undang-undang di daerah harus tetap berpegang teguh pada karakter pekerja keras, kerja ikhlas, dan kerja cerdas. Satu hal yang tidak boleh dilupakan oleh kita semua yaitu bekerja merupakan ibadah. Sebagaimana hadits yang disampaikan Rasulullah bahwa “sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama.’’
Penulis, Akhmad Syaefullah SH., (Kasubag Rancangan Peraturan Daerah-Biro Hukum Provinsi Banten)