Kenapa Kita Miskin ?

Sebagian kita dalam menyikapi pertanyaan judul di atas lebih memilih tertutup dan tidak mau melangkahi garis keras tentang sesuatu yang diimani yaitu qadha dan qodhar. Kita seringkali lebih banyak memilih menerima nasib dan menganggap itu merupakan arahan agama yang menyejukan. Tanpa tahu konsekuensi masalah yang akan muncul dikemudian hari. Bukan hanya untuk diri sendiri, bahkan mungkin bisa sampai anak cucu dan cicit.
Terbiasa menerima takdir tanpa mendalami dan melakukan tafakkur yang mendalam membuat kita berada dalam lingkaran setan yang bernama pasrah total. Menerima takdir tanpa ada usaha untuk merubah takdir itu sendiri menurut saya adalah salah satu dari pengingkaran kepercayaan kita akan ketuhanan. Padahal setiap kita diberikan kehendak bebas untuk memilih apa yang akan dilakukan di dunia. Memang, rezeki dari Tuhan adalah salah satu rahasia yang tidak dapat kita ketahui. Apa yang terjadi esok, akan jadi apa kita di masa depan adalah pertanyaan yang sama sulitnya dengan bertanya ayam dulu atau telor dulu.
Bila kita kaji lebih mendalam, sesungguhnya kita bisa menemukan faktor-faktor penting dalam mengukur kenapa sesuatu bisa kita terima. Tuhan mengajarkan hukum sebab akibat dalam firmannya, “barang siapa berbuat baik, makan setiap perbuatan baik akan kembali ke dirinya.” Ini adalah contoh kalimat yang bisa memberikan kita petunjuk akan pandora takdir yang kita tanyakan selama ini. Apa yang akan terjadi besok sesungguhnya tergantung perilaku kita sendiri hari ini.
Hari ini melakukan sesuatu, besok akan terjadi sesuatu. Itulah takdir yang menjadi pola kita setiap hari. Kita bahkan sering khawatir apa yang akan terjadi esok hari. Bagi kita yang berada di jurang garis kemiskinan pertanyaan ini akan menghampiri hampir setiap hari. Besok makan apa, besok mampu bayar kredit atau tidak. Pikiran yang bergelayutan itu akrab dalam waktu-waktu sebelum tidur.
Lalu kenapa kita tetap miskin? Jika melihat uraian di atas maka kita akan menarik kesimpulan yang mudah, itu karena usaha kita kurang keras. Itu karena usaha kita kurang tepat. Dan satu lagi jawaban yang sering kita lupakan, kenapa kita miskin, karena kita tidak merubah pergaulan, tidak merubah mindset, tidak merubah tujuan. Berapa banyak orang miskin yang tetap nyaman bergaul dengan orang miskin. Lalu karena terlalu sering bergaul dengan orang miskin. Akhirnya dia anggap miskin itu biasa, sudah bisa ditebak, kesimpulannya: miskin itu takdir.
Bangunlah dari kegelisahan, ubah pola hidup kita, cobalah naik ke strata sosial yang lebih tinggi. Mulai dari merubah mindset bahwa miskin bukanlah takdir. Miskin adalah satu kondisi karena salah kita sendiri. Saya yakin ada obatnya. Dan yang sedang saya yakini sekarang adalah mengakrabkan diri dengan kata ‘kaya’. anggap itu kata biasa jangan jadikan kata itu sakral. Capailah kata kaya itu, mulai kapan, mulailah setelah anda selesai membaca tulisan ini.
Oleh: Dede Qodrat Alwajir
Foto bersumber dari zonasultra.com