Mahasiswa Untirta dan Komunitas Relawan Banten Kembali Lakukan Trauma Healing
Lebak | Mahasiswa Fakultas Hukum Untirta bersama Komunitas Relawan Banten (KRB) didukung juga oleh Asosiasi Pengajar Viktinologi Indonesia (APVI),Fakultas Hukum Universitas Suryakencana Cianjur (FH UNSUR), berencana akan kembali melakukan Trauma Healing bagi anak korban banjir bandang Lebak Banten, Minggu (12/1/2020).
Penerjunan kedua kali ini memilih dua lokasi di SD Luhur Jaya Cipanas, dan Kampung Seupang Pajagan, Sajira, Kabupaten Lebak, tim relawan gabungan ini akan melakukan pendampingan psikososial kepada anak-anak penyintas banjir bandang.
Aksi pendampingan psikososial di penerjunan sebelumnya telah dilakukan pada Rabu, 8 Januari 2020 lalu oleh Tim Gabungan Mahasiswa FH Untirta yang terdiri dari berbagai komunitas, seperti komunitas mahasiswa Pidana (CLSA), perdata (SVBR), HAN, HTN dan Hukum Internasional bekerjasama dengan Komunitas Relawan Banten (KRB) dan Asosiasi Pengajar Viktimologi Indonesia (APVI) telah sukses melakukan Trauma Healing dan membuat kembali ceria 350 siswa SD 2 Banjar Irigasi, Lebak Gedong, Lebak Banten.
SD Banjar Irigasi, kini hanya tinggal pondasi saja, tak ada lagi bangunan, sebagian besar habis terbawa banjir. Berkas, peralatan sekolah, bahkan buku-buku di perpustakaan pun hanyut terbawa banjir bandang yang terjadi pada tanggal 1 Januari 2020 yang lalu. Sampai saat ini, anak-anak SD Irigasi masih belum memiliki tempat yang laik untuk proses kegiatan belajar mengajar.
Giat Trauma Healing diberikan sebagai sebuah upaya pemulihan trauma psikologis anak yang dilanda bencana. Berbagai permainan yang dilakukan diharapkan dapat memulihkan rasa trauma anak korban bencana. Meski tidak akan langsung pulih, tetapi penanganan pertama terhadap anak korban bencana akan membantu anak untuk tidak mengalami trauma berkelanjutan pasca bencana.
Anak korban bencana merupakan salah satu kelompok anak yang masuk dalam kategori anak dalam situasi darurat sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 60 disebutkan bahwa anak korban bencana merupakan salah satu anak dalam situasi darurat, yang memerlukan perlindungan khusus. Perlindungan khusus itu sendiri merupakan suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya. Hal itu sudah jelas diatur dalam undang-undang perlindungan anak. Demikian disampaikan oleh Rena Yulia, Dosen Fakultas Hukum Untirta yang juga sebagai Koordinator Wilayah Jabodetabek dan Banten Asosiasi Pengajar Viktimologi Indonesia (APVI).
“Kita tidak hanya mengkaji korban secara keilmuan, juga melakukan pengabdian langsung kepada masyarakat. Jangan menunggu untuk menjadi korban untuk peduli pada korban,” ungkap Rena.
Hal lain yang menarik dari pelaksanaan Trauma Healing yang lalu adalah bergabungnya Istri-istri sekretaris jenderal pejabat Negara yang tergabung dalam Ses Club 2. Endang Atmaji sebagai ketua Ses Club 2, istri dari Sesmen Kemen PAN RB, memberikan sambutan langsung pada saat pembukaan acara. Endang mengajak anak-anak untuk tetap bergembira dan bersemangat dalam menuntut ilmu walaupun bangunan sekolah sudah tidak ada. “Bangunan sekolah boleh hanyut terbawa banjir tetapi semangat untuk menggapai cita-cita tidak boleh surut,” ujarnya penuh semangat.
Dihubungi secara terpisah, Agus Prihartono selaku Dekan FH Untirta, menjelaskan bahwa pihaknya memfasilitasi inisiatif mahasiswa dalam pembentukan tim gabungan sebagai wujud nyata upaya dalam melakukan pemenuhan hak anak-anak, terlebih anak-anak ini perlu diberikan perlindungan khusus di lokasi pengungsian bencana alam. Dimana hal ini seharusnya menjadi tanggungjawab Negara, namun juga masyarakat dapat ambil bagian, terlebih kami selaku masyarakat akademisi memiliki tanggungjawab Tri Darma Perguruan Tinggi diantaranya pengabdian kepada masyarakat.
Pertanyaan itu kerap ditujukan kepada tim relawan yang bergerak di bidang penanganan pasca bencana. Salah satunya kepada Komunitas Relawan Banten yang juga turut turun dalam Trauma Healing di Lebak Gedong kemarin.
Aliyth Prakarsa, Komandan Komunitas Relawan Banten mengungkapkan bahwa didirikannya komunitas ini sejak awal hadir memfokuskan gerak untuk penanganan pasca bencana, sasarannya kepada anak-anak di lokasi bencana. Hal itu dilakukan mengingat anak korban bencana merupakan anak yang memiliki hak untuk diberikan perlindungan khusus. UU Perlindungan Anak pun telah memberikan pedoman bagaimana seharusnya yang dilakukan terhadap anak-anak ini jika melihat level/derajat kegentingannya; penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan social, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya; pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan.
“Aksi yang selama ini dilakukan oleh Komunitas Relawan Banten sejatinya hanya bagian terkecil dari upaya pendampingan psikososial bagi anak-anak di lokasi bencana. Hanya bagian terpenting yang diambil dari konsep Psycho Social Structured Activity (PSSA), intinya mengajak anak-anak kembali pada fitrahnya yaitu bermain dan bergembira, selain itu juga meyakinkan adik-adik kita di lokasi pengungsian bahwa mereka tidak sendiri dalam menghadapi bencana alam ini,” Ujarnya.
Aksi serupa akan dilakukan di SD 2 Luhur Jaya Cipanas pada Minggu 12 Januari 2020 yang akan datang. “Pada prinsipnya kami dari Fakultas Hukum UNSUR Cianjur memiliki kesamaan misi dan tertarik untuk bergabung dengan Tim dari FH Untirta. Bahkan kami mendapat dukungan dari Ikatan Dokter Indonesia Kabupaten Cianjur yang akan turut melakukan pemeriksaan kesehatan telinga, pengobatan massal bahkan juga menerjunan ahli kejiwaan untuk mengatasi permasalahan psikologis yang diderita korban banjir bandang,” Henny, Dekan Fakultas Hukum UNSUR Cianjur menjelaskan. (MIR)