Pajak Rakyat dan Suhu Dingin Parlemen
Digdayamedia.id|Ketika warga dipaksa membayar pajak rasanya seperti negara merampas sebagian hak kita. Tax Without Law Is Robbery, begitulah kata ilmuan sosial pada masa lalu, pajak tanpa hukum adalah perampokan. Lalu pajak dirampas dari mana, siapa lagi jika bukan rakyat kecil.
Dari mulai kita lahir, negara sepertinya sudah memajaki kita. Bahan makanan bayi, popok, semua tak terbebas dari pajak. Bahkan ketika kita mulai dewasa. Dari bangun pagi sampai tidur lagi pajak selalu mengintai. Mulai dari pajak kendaraan bermotor, pajak hiburan sampai pajak makanan yg biasa kita santap direstoran. Semua masuk list barang yang di pajaki.
Itulah hidup bernegara, harga yang harus kita bayar untuk tinggal dan menghirup udaranya memiliki intrumen memaksa yang bernama pajak. Jika tak bayar pajak, siap-siap negara akan membuat anda gelisah. Hidup tak tentram sampai seperti kapal karam.
Lalu pajak yang kita bayarkan lari kemana?paling-paling negara bilang “pajak yang anda bayarkan untuk membiayai pembangunan.” Benarkah itu? Sejujurnya saya masih ragu, benarkah hasil keringat rakyat yg diambil melalui pajak tersalurkan dengan baik. Hal ini tergantung anggota parlemen, mampu atau tidak mengawasinya.
Parlemen adalah tempat nasib rakyat dibincangkan sepanjang hari. mereka yang memiliki mandat rakyat, bertindak atas nama rakyat memiliki kewenangan yang tidak kecil. Setidaknya terangkum dalam tiga kata:pengawasan, budgeting dan legislasi. Kualitas para anggota parlemen ini tentu dihasilkan dari pemilu secara langsung.
Masihkah anda kenal siapa yang anda pilih untuk mewakili suara anda di parlemen. Jika tak kenal, tamat sudah nasib anda, tak ada yang bisa anda titipkan pesan. Jika kenal, anda beruntung masih punya peluang untuk memperjuangkan hak anda.
Karena berjuang diparlemen tidak mudah. Mereka yang berada di dalamnya akan dihinggapi suhu dingin dari air conditioner yang dinyalakan untuk mendinginkan ruangan. Suhu dingin itu, sewaktu-waktu bisa membuat seseorang amnesia dengan segala tugasnya.
Tak percaya, buktinya, penyelenggara negara seringkali melihat anggaran bukan milik rakyat. Mereka mengatur uang pajak dari rakyat seperti miliknya. Kasus yang belakangan mencuat memberikan bukti faktual. Soal lem aibon dan pengadaan pulpen yang mencapai angka ratusan milliyar. Sungguh tak masuk akal.
Diakhir-akhir tahun biasanya anggaran itu dibahas bersama antara anggota parlemen dan eksekutif. Jangan biarkan mereka amnesia disuhu dingin. Mari bantu ingatkan mereka bahwa anggaran yang mereka bahas adalah sepenuhnya hak rakyat. Bukan hak privilage seorang pejabat negara.
Penulis, Dede Qodrat Alwajir, Direktur Pelaksana Spectrum Data Indonesia