PAK RT YANG INSPIRATIF
Saya tinggal di komplek kecil yang tempatnya tidak jauh dari pusat kota. Menempati sebuah rumah kecil bertipe minimalis. Jaraknya hanya 10 menit dari alun-alun Pandeglang. Di lingkungan kami, ada sekitar 50 kepala keluarga. Kebanyakan diantaranya adalah keluarga yang baru belajar mengurus rumah tangga. Meski terdiri dari keluarga muda, keguyuban diantara kami sangat luar biasa. Setidaknya itulah yang saya lihat sejak pertama menempati rumah baru bersama istri.
Setelah beberapa tahun kami tinggal disini, tentu tidak lepas dari persoalan. Dari mulai jalan rusak, sanitasi yang belum rapih sampai kepada urusan soal banjir yang menggenangi beberapa rumah warga ketika hujan tiba. Masalah-masalah itu secara perlahan mendewasakan kami sebagai warga. Namun tidak dipungkiri, sebagai manusia tentu hal lumrah beberapa diantara kami mengeluh dengan persoalan dasar tadi. Tapi pengalaman mengajarkan kami, bahwa mengeluh bukan solusi dari setiap permasalahan itu.
Setiap persoalan yang muncul tentu harus ada yang menyingsingkan lengan baju untuk menyelesaikannya. Kami tidak bisa berpangku tangan. Setiap warga punya potensi, tapi jika tidak ada leader yang menggawangi akan sulit untuk menyelesaikan setiap persoalan. Dari keseluruhan warga, diantara kami ada yang sangat menonjol. Beliau bernama Pak Endang, profesinya sebagai Guru SD, tugasnya tak jauh dari komplek. ‘Pak RT’, biasa kami memanggilnya sehari-hari. Meskipun beliau layaknya warga biasa, justru kebijakannya tidak biasa. Karena dari setiap langkahnya, kami merasa Pak RT membawa perubahan yang signifikan di lingkungan.
Sebagai contoh, begitu responsifnya Pak RT ketika salah satu warga mengunggah foto jalan yang rusak di grup WA. Kebetulan foto tersebut pas di depan rumahnya. Dari foto itu, Pak RT merespon dengan cepat untuk berkumpul dengan warga lain merumuskan langkahnya. Langsung berkomunikasi aktif dengan Pak Lurah dan para tokoh masyarakat lainnya. Bahkan dengan segera diadakan pertemuan warga yang khusus membahas persoalan jalan tadi.
Ajaib, besok paginya tim Pak RT sudah bergerak untuk meminta sumbangan. Setelah terkumpul dana di siang hari, sorenya mereka langsung bergerak membeli barang yang dibutuhkan untuk perbaikan jalan. Masih di sore yang sama, batu-batu bantuan dari Pak Lurah sudah terkumpul di Lokasi jalan yang rusak. Tak berhenti sampai disitu, malamnya Mobil Molen yang membawa bahan coran sudah ‘mejeng’ siap meluberkan isinya. Dan jalan yang menjadi keluhan tadi, tidak sampai dua hari tuntas pengerjaannya.
Dari kebijakannya kami melihat, Jika ada keluhan fasilitas umum, warga selalu di dorong untuk mengoptimalkan potensi masing-masing. Ada yang menyumbang uang, makanan, bahan bangunan, bahkan tenaga. Sampai pada ujungnya semua urusan warga terselesaikan satu persatu. Uniknya kami cukup taktis berkordinasi di grup wa komplek yang kami namai ‘Ciputri 05’.
Ternyata, untuk menjadi pahlawan tidak harus mengangkat bambu runcing lalu melawan penjajah. Cukup memaksimalkan jabatan yang ada, meskipun itu hanya jabatan Kepala RT (Rukun Tetangga) struktur terkecil dari pemerintahan Indonesia. Dengan jabatan itu saja, jika memimpin dengan terbuka dan tulus, persoalan-persoalan yang muncul di tengah warga akan mudah terselesaikan.
Terimakasih pak RT yang sudah memberikan kami inspirasi. Anda layak kami sebut sebagai pahlawan, meski pahlawan terkecil dari struktur pemerintah Indonesia.
Salam Digdaya.
Foto bersumber dari harianbhirawa.com