Ayam Kampung Petarung
Digdayamedia.id|Sore itu kami bertemu seperti biasa. membuka pertemuan dengan tawa. Sesekali menyantap makanan ringan yang sudah tersedia di meja. Tema bicara tak jauh dari soal kuasa. Siapa yang bertahan, siapa yang maju atau yang uring uringan sekalipun tak luput dari pembahasan.
Tiba-tiba muncul tema, kuasa harus direbut dengan jantan. Tak ada istilah ayam sayur dalam pertarungan. Atau mereka yang bermental kerupuk. Mudah layu di makan udara. Itu sungguh tak masuk kriteria.
Sekali waktu, pernah ku mencobanya diwaktu sangat beliau. Saat otak tak tau rimba semesta. Waktu itu kumulai dengan mental biasa. Ku terjang saja, melawan. Tak lihat kiri kanan.
Aku yang terlalu polos, berharap pada kekuatan yang tak bisa ku kendalikan. Terkapar pula ku dibuatnya. Diarena itu, aku jadi bulan-bulanan. bersimbah luka dan putus asa.
Tapi ada satu yang tersisa, aku tau ini hanya soal waktu. Dan Tuhan pasti sudah menyiapkan episode manis di lain tempat. Kini benar kurasa, kalah masa lalu bukan kalah sesungguhnya. Itu hanya kekalahan sementara. Karena dengan bangkit, luka dan sedu sedan itu hilang dengan sendirinya. Tak tersisa.
Ibu ku bilang, kalau kau punya mau. berdirilah, lalu kejar sampai dapat. Jangan berhenti sebelum kau genggam. Bila perlu acungkan kepalan tangan mu kelangit. Bertarunglah lagi dengan takdir. tak usah bosan. Mungkin kau akan terluka lagi. Tapi rasanya tak akan seperti dulu. Perasaanmu sudah berubah menjadi kebas.
Lihatlah Ayam negeri, yang disediakan makan setiap hari. Setelah tiga bulan akan disembelih lalu dibagi. Ayam negeri tak biasa lincah. Ketergantungan. Lemah. Maka mudahlah ia hilang. Mau kau seperti itu, Saranku jangan.
Maka jadilah kau seperti ayam kampung. Tiada hari tarung sendiri. Makan selalu mandiri. Kelahi tanpa henti jika wilayahnya disebrangi.
Dengan contoh ayam kampung. Eksistensimu bertahan sedikit lebih lama. Karena apa. Karena keinginan yang tinggi akan mengangkatmu dari tali kekang realitas. Meski kadang tak terhindar dari luka.
Masih sanggup kau terluka?Jangan hirau lagi dengan tanya itu. Majulah terus. Supaya kau lupa dengan rasa sakit. Setelah itu kau boleh senang dengan suksesmu.
Penulis, Dede Qodrat Alwajir, Direktur Pelaksana Spectrum Data Indonesia