Mata Uang Universal

Pada saat menempuh sekolah menengah atas, saya pernah bekerja di salah satu depot air di pusat kota. Pekerjaan itu saya lakukan pasca menempuh jam belajar di sekolah. Himpitan ekonomi memaksa saya untuk bekerja lebih giat guna menambah penghasilan yang tak seberapa. Saya berfikir, tidak semua beban keluarga mesti ditanggung ibu dan bapa. Maka dari itu, pulang sekolah adalah waktu yang tepat untuk menghasilkan uang. Depot air tempat saya bekerja, merupakan depot air ternama pada masanya. Depot air inilah yang pertama kali buka di Kota.
Penjualan setiap hari, rata-rata menghabiskan tiga puluh sampai lima puluh galon. Bahkan diakhir pekan bisa mendekati seratus galon. Belajar memahami Jual beli galon air dan sentuhan dengan pembeli Inilah yang membentuk karakter kepribadian saya. Ada tiga jenis pembeli yang sering datang ke depot. Pertama, pembeli dengan uang pas, tanpa kembalian. Kedua, pembeli yang menunda membayar, kadang-kadang uang yang diberikan kurang. Ketiga yang paling saya nantikan, pembeli yang tak mengambil kembalian saat uang yang diberikan berlebih. Biasanya mereka bilang, “ambil saja kembaliannya mas.”
Karena harga air per galon hanya 2500 rupiah, banyak sekali diantara pembeli yang tidak mengambil uang kembalian ketika memberikan uangnya sebesar 3000 rupiah. Itulah berkah untuk saya, meski uang itu tak seberapa, lebih 500 rupiah. Tapi bagi saya yang pendapatan per hari hanya seharga dua galon. Uang kecil seperti ini sangat berarti. Uang kembalian inilah yang menyadarkan saya tentang mata uang universal yang baru saya sadari setelah beranjak dewasa.
Tak peduli besar atau kecil, selama kita memberi dengan ikhlas, itulah mata uang universal yang diakui semua orang. Mata uang itu bernama kebaikan. Kebaikan ini bisa mengubah sifat ketamakan kita akan harta. Kebaikan ini bisa menyadarkan relung kita yang kosong, karena terlalu sibuk memikirkan diri sendiri dari pada orang lain. Bahkan kebaikan itu, bisa membawa perubahan masyarakat meskipun dalam skala yang kecil, individu. Lalu ketika kita mendapat berkah rizki yang luar biasa banyak, masih enggankah kita berbagi sedikit harta. Bukankah agama mengajarkan kita untuk bersedekah. Meski hanya menyingkirkan batu kerikil di jalan dianggap sebagai satu kebaikan.
Uang receh 500, 1000, 2000, 5000 rupiah dalam dashboard mobil kita, sudah saatnya kita berikan dengan ikhlas kepada tukang parkir, pengamen, dan pengemis di lampu merah yang bisa kita temui sepanjang mata memandang. Semoga dari uang-uang receh itu kita bisa memproduksi mata uang kebaikan yang banyak. Sehingga begitu banyak orang lain terbantu, lalu bersyukur, ternyata di dunia ini masih ada yang perduli terhadap mereka. Mari kita coba, rasanya sungguh melegakan. Tak percaya, coba saja lakukan sekali.
Oleh: Dede Qodrat