Yakin Tolak KPI Awasi Facebook,Netfilx, dan Youtube?
Pasca meredamnya permasalahan mati listrik di pulau jawa yang dibicarakan netizen di berbagai platform media sosial termasuk twitter sehingga terjadi trending topik dunia karena pemadaman listrik yang menjangkau banyak daerah dan berlangsung lama tersebut.
Tidak lama setelah permasalahan tersebut selesai, Jumat (09/11/2019) lalu Indonesia kembali menjadi trending topic twiter diurutan ke empat denga tagar #KamiTOLAKKPI AwasiYoutube disusul urutan ke enam dengan tagar #KPIjanganurusiNetflix.
Persoalan kebijakan KPI yang akan mengawasi konten youtube, Netflix dan media sosial menyebabkan tanggapan negatif dari netizen di sosial media twitter dengan berbagai ujaran kontra ditunjukan kepada KPI sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan KPI yang akan mengawasi konten tersebut.
Tidak hanya trending topic, bahkan netizen membuat sebuah petisi online di Change.org dengan judul “ Tolak KPI Awasi Youtube, Facebook, Netflix!” terus ramai diisi oleh netizen sampai saat ini Tulisan diturunkan sudah mencapai 57 ribu yang tanda tangan.
Seperti yang sudah diketahui, Netflix merupakan aplikasi yang menawarkan film digital di dunia maya dan mirip dengan televisi berbayar yang bersih dari iklan serta penonton bisa menentukan sendiri konten yang ingin dinikmati.
Netizen menilai, kebijakan tersebut mencederai mandat berdirinya KPI yang tertuang pada UU Penyiaran nomor 32 tahun 2002 yang berisi untuk mengawasi siaran TV dan radio yang menggunakan frekuensi publik. Sehingga, menurut netizen KPI hanya berhak untuk mengatur penyiaran TV dan Radio bukan wilayah konten media digital.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Pandji Pragiwaksono saat stand up comedy yang menilai perlakuan KPI terhadap pengawasan film termasuk berlebihan. Pandji menilai, adegan saat shizuka film kartun doraemon yang menggunakan baju renang kemudian diblur oleh KPI merupakan hal yang ‘lebay’. Serta adegan kekerasan pada film action juga banyak yang dihilangkan menjadikan film tersebut tidak menarik ketika dinikmati.
Jika kita berfikir positif, yang dilakukan KPI adalah merupakan tindakan pengawasaan sesuai prosedur bukan ‘lebay’ atau menghilangkan esensi dari film tersebut. Bayangkan, jika anak kecil yang menonton adegan tersebut kemudian dilakukan dalam kesehariannya, sudah pasti orang tua akan menyesal kemudian hari.
Selain itu, apakah kita sudah menjamin konten yang ada di media sosial sudah layak untuk anak dibawah umur? Seharusnya, Jika KPI juga menerapkan aturan tersebut maka tugas orang tua mengawasi anak-anaknya saat bermain gadget juga terbantu.
Bayangkan, jika anak-anak mudah mengakses dengan konten digital yang belum diawasi oleh pihak manapun. Seperti adegan Making Love, sadis, dan aksi bunuh diri dalam film. Akan terjadi kerusakan secara perlahan terhadap tumbuh kembang anak.
Sehingga, sebelum kebijakan tersebut dilaksanakan sebaiknya KPI lakukan kajian lebih dalam dengan effect yang akan ditimbulkan. Seperti effect ke pelaku konten creator, pengusaha dan yang terpenting adalah anak-anak. Jadi, selain konten creator juga KPI harus melibatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai perwakilan orang tua di Indonesia, agar film yang tersaji untuk mereka sudah lulus sensor dan tidak terjadi anak kenakalan remaja yang semakin marak karena film, Salam Digdaya.!